Harapan akan turunnya harga iPhone di Indonesia sempat mengemuka ketika pemerintah menghapus bea masuk untuk produk asal Amerika Serikat. Namun, kenyataan berkata lain. Meski kebijakan tarif 0% terdengar menjanjikan, harga iPhone di tanah air tetap tinggi. Mengapa janji penurunan harga ini tak terwujud?
- Asal Pengiriman Bukan dari AS
Secara teori, penghapusan bea masuk memang berpotensi memangkas harga produk impor. Namun, manfaat ini hanya berlaku jika barang dikirim langsung dari negara asalnya, dalam hal ini AS. Faktanya, mayoritas iPhone yang dijual di Indonesia berasal dari pusat produksi Apple di China atau India, bukan AS. Akibatnya, iPhone tetap dikenai bea masuk sesuai negara asal pengirim. Kebijakan tarif 0% untuk AS pun nyaris tidak berdampak pada harga jualnya di sini.
- Beban Pajak dan Biaya Lain yang Masih Tinggi
Beban utama pembentuk harga iPhone bukan hanya bea masuk. Komponen biaya lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), biaya distribusi, dan margin keuntungan distributor tetap berlaku. Situs iFixit menyoroti bahwa tanpa pengurangan pada komponen-komponen ini, harga jual akan sulit turun secara signifikan.
Sebagai gambaran, iPhone 15 Pro Max resmi dijual mulai Rp 20 jutaan. Harga ini sudah mencerminkan akumulasi berbagai biaya tersebut. Jadi, meski bea masuk dihapuskan untuk impor dari AS, pengaruhnya terhadap harga akhir hanya sangat kecil.
- Strategi Harga Global Apple yang Kokoh
Apple dikenal memiliki strategi penetapan harga yang konsisten di seluruh dunia. Perusahaan ini jarang menyesuaikan harga berdasarkan perubahan regulasi lokal atau fluktuasi biaya distribusi jangka pendek. Fokus utama Apple adalah menjaga margin keuntungan dan citra premium mereknya, yang sering kali mengesampingkan penurunan harga meski ada insentif tertentu di satu negara.
Harapan di Masa Depan: Pelonggaran TKDN dan Investasi
Di tengah tantangan ini, muncul angin segar. Pemerintah tengah mengkaji pelonggaran aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), terutama untuk produk generasi mendatang seperti iPhone 17. Farah Fausa Winarsih, Head of Marketing Apple Product di PT MAP Zona Adiperkasa (Digimap), menyambut positif rencana ini.
“Bisa jadi ini memberi angin segar. Saat mendengar kabarnya, saya langsung tersenyum lebar dan bersyukur,” ujar Farah. “Semoga kebijakan baru ini dapat mempercepat perkembangan penjualan dan industri teknologi di Indonesia.”
Ia berharap kebijakan ini dapat membuka ruang bagi penyesuaian harga yang lebih baik di masa depan. Langkah positif lainnya adalah penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Apple untuk investasi senilai USD 160 juta. Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Kebijakan bea masuk 0% untuk produk AS ternyata bukan solusi ajaib untuk menurunkan harga iPhone di Indonesia. Faktor kuncinya terletak pada asal pengiriman (bukan AS), tingginya komponen pajak dan biaya lain, serta strategi harga global Apple yang teguh. Meski demikian, pelonggaran TKDN yang diwacanakan dan investasi langsung Apple menawarkan secercah harapan untuk perubahan yang lebih berarti di kemudian hari. Untuk saat ini, impian memiliki iPhone dengan harga lebih terjangkau di Indonesia masih perlu ditunggu realisasinya.
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar psikologi bisnis, dapat membaca buku berjudul “Psikologi Bisnis 2 : Pembangunan Organisasi dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Keunggulan Bisnis Berkelanjutan” melalui link dibawah ini.
Baca disini: Psikologi Bisnis 2 : Pembangunan Organisasi dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Keunggulan Bisnis Berkelanjutan.