Di tengah ketegangan perang Rusia-Ukraina, pertemuan di Gedung Putih antara Presiden AS Donald Trump, Wapres JD Vance, dan Presiden Ukraina Volodomyr Zelensky berubah menjadi adu mulut terbuka. Pertemuan yang digelar Jumat lalu itu awalnya bertujuan membahas strategi menghadapi konflik, namun justru memperlihatkan jurang perbedaan di antara sekutu.
Zelensky memulai dengan mengkritik sikap Trump yang dinilai terlalu condong ke Rusia. Ia juga mempertanyakan konsep “diplomasi” yang diusung Vance, menyinggung rekam jejak Rusia yang kerap melanggar komitmen internasional. Trump langsung bereaksi tajam, menuding Zelensky “mempertaruhkan nyawa jutaan orang” dan “bermain dengan risiko Perang Dunia III” dengan ambisinya. Trump bahkan menyebut Zelensky “sangat tidak menghormati AS,” sementara Vance menambahkan bahwa Ukraina “tak tahu berterima kasih” atas bantuan yang diterima.
Pertikaian ini tak luput dari perhatian Rusia. Juru bicara Kemenlu Rusia, Maria Zakharova, melalui Telegram (3/3/2025) menyebut klaim Zelensky bahwa Ukraina “berjuang sendirian tanpa dukungan” sebagai “kebohongan terbesar”. Ia mencibir sikap Zelensky yang “menggigit tangan yang memberinya makan” dan memuji Trump-Vance yang “menahan diri untuk tidak memukul bajingan itu”.
Pertemuan yang semula dimaksudkan untuk memperkuat koalisi justru menguak retaknya hubungan AS-Ukraina, sementara Rusia memanfaatkan momentum untuk menyerang narasi Kyiv. Dalam konflik yang semakin rumit, kata-kata pedas ini mungkin menjadi pertanda gelombang baru ketegangan global.
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar hubungan internasional, dapat membaca buku berjudul “Agama dan Kajian Hubungan Internasional” melalui link dibawah ini.
Baca disini: Agama dan Kajian Hubungan Internasional.