Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) tengah merancang stimulus untuk melindungi industri padat karya dari kebijakan tarif impor 32% yang diterapkan AS.
Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan, insentif tersebut akan diiringi percepatan regulasi perizinan dan koordinasi dengan pemerintah pusat agar industri tekstil, alas kaki, dan otomotif tetap kompetitif. Meski detail stimulus belum diungkap, tim ekonomi tengah merampungkan formula untuk menjaga stabilitas sektor ekspor andalan Jabar.
Berdasarkan data BPS, surplus perdagangan Jabar-AS terus menyusut dari USD 7,005 miliar (2022) menjadi USD 5,898 miliar (2024). Kepala Disperindag Jabar, Nining Yuliastiani, khawatir tarif baru AS bakal menekan ekspor dan memicu banjir impor.
Namun, produk Jabar dinilai masih lebih kompetitif di pasar AS karena tarifnya lebih rendah dibandingkan Cina (34%), Thailand (36%), atau Vietnam (46%). Hal ini membuka peluang mempertahankan pangsa pasar meski dihantam kebijakan proteksionis.
Sebagai anggota penuh BRICS, Jabar berupaya mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan memperkuat ekspor ke Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.
Blok ekonomi ini menyumbang 40% perdagangan global, sehingga dinilai strategis untuk diversifikasi pasar. Langkah ini diharapkan menopang ketahanan industri Jabar di tengah gejolak tarif internasional.
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar ekonomi, dapat membaca buku berjudul “Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru 2030 ?” melalui link dibawah ini.
Baca disini: Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru 2030 ?.