Dalam ketegangan yang belum reda, Hamas menyerahkan empat jasad sandera Israel—termasuk seorang ibu dan kedua anaknya—kepada Palang Merah Internasional di Khan Younis, Gaza Selatan, Kamis (20/2/2025). Penyerahan ini dilakukan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata sementara, namun justru memicu ancaman balasan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Keempat korban yang dikembalikan adalah Shiri Bibas (34), kedua putranya—Ariel (4) dan Kfir (1)—serta Oded Lifshitz (83). Hamas menyatakan mereka tewas dalam serangan udara Israel yang mengguncang lokasi penahanan. “Kami berusaha melindungi sandera, tetapi serangan membabi buta Zionis menghancurkan segalanya,” ungkap pernyataan resmi kelompok tersebut. Data Hamas menyebut 17.881 anak Palestina juga menjadi korban dalam 16 bulan eskalasi konflik ini.
Netanyahu menanggapi dengan retorika keras, mengabaikan klaim Hamas tentang penyebab kematian. “Darah mereka berteriak dari tanah. Kita harus menghabisi para teroris ini!” serunya melalui kantor pers. Pernyataan ini mengisyaratkan rencana perluasan operasi militer di Gaza, meski komunitas internasional mendesak gencatan permanen.
Sementara Israel menuduh Hamas sebagai pihak bertanggung jawab, organisasi perlawanan Palestina itu membantah dengan bukti koordinat serangan udara. “Mereka (Israel) membunuh sandera sendiri. Bom-bom itu bahkan tak membedakan antara warga sipil dan target militer,” tegas juru bicara Hamas. Palang Merah Internasional hingga kini belum mengonfirmasi penyebab kematian secara independen.
Kesepakatan pertukaran tahanan ini—yang difasilitasi Qatar dan Mesir—sempat memberi harapan perdamaian singkat. Namun, ancaman Netanyahu mengisyaratkan babak baru kekerasan. Analis politik Timur Tengah memprediksi konflik akan semakin kompleks, terutama dengan tekanan AS yang mulai redup terhadap Israel.
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar hukum internasional, dapat membaca buku berjudul “Hukum Pidana Internasional” melalui link dibawah ini.
Baca disini: Hukum Pidana Internasional.