Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto resmi didakwa memberikan suap senilai SGD 57.350 (Rp 600 juta) kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW 2019-2024. Jaksa KPK menyebut Hasto bersekongkol dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun dalam kasus ini. Selain itu, ia juga didakwa menghalangi penyidikan dengan memerintahkan penghancuran barang bukti berupa ponsel Harun dan dirinya sendiri.
Setelah Wahyu Setiawan ditangkap KPK pada 8 Januari 2020, Hasto melalui Nur Hasan memerintahkan Harun Masiku merendam ponselnya ke dalam air agar tidak terlacak. Ia juga memerintahkan Harun bersembunyi di Kantor DPP PDIP. Upaya serupa dilakukan Hasto pada Juni 2024 dengan meminta ajudannya, Kusnadi, menenggelamkan ponsel miliknya sebelum diperiksa KPK sebagai saksi kasus Harun. Saat diperiksa, Hasto berbohong dengan mengaku tidak memiliki ponsel.
Tim KPK sempat melacak keberadaan Harun melalui ponsel Nur Hasan pada 8 Januari 2020. Data menunjukkan Harun dan Nur berada di PTIK Jakarta, tetapi saat penyidik tiba, keduanya telah menghilang. Pada Juni 2024, KPK juga gagal menyita ponsel Kusnadi yang diduga berisi informasi terkait Harun, meski perangkat Hasto dan Kusnadi telah disita.
Hasto dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor tentang suap, serta Pasal 21 UU yang sama terkait penghalangan penyidikan. Kasus bermula dari laporan KPK pada Januari 2020 tentang transaksi mencurigakan antara Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina, mantan narapidana kasus suap PAW. Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan barang bukti.
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar korupsi, dapat membaca buku berjudul “Korupsi, Membuka Pandora Box Perilaku Korup Dari Dimensi Etika, Budaya, Dan Keperilakuan” melalui link dibawah ini.
Baca disini: Korupsi, Membuka Pandora Box Perilaku Korup Dari Dimensi Etika, Budaya, Dan Keperilakuan.