Mempelajari perkembangan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari kondisi perekonomian nasional khususnya yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah membawa pengaruh yang tidak menguntungkan bagi perekonomian nasional, sehingga menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya dan menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat.
Banyak perusahaan yang kesulitan membayar kewajiban utangnya terhadap para kreditur dan lebih jauh lagi banyak perusahaan mengalami kebangkrutan (pailit). Terperosoknya nilai tukar rupiah setidaknya telah memunculkan 3 hal negatif terhadap perekonomian nasional, diantaranya:
- Negative balance of payments
- Negative spread
- Negative equity
Neraca pembayaran negatif dapat terjadi karena melonjaknya nilai tukar utang dalam valuta asing (valas) ketika dikonversikan ke dalam rupiah. Utang perusahaan swasta dan pemerintah yang cukup besar telah memperberat beban neraca pembayaran, sementara kenaikan nilai ekspor sebagai akibat “bonanza” dari terdepresiasinya nilai rupiah tidak dapat segera dinikmati hasilnya.
Kondisi tersebut mengakibatkan banyaknya perusahaan-perusahaan yang terancam kebangkrutan karena kondisi perekonomian nasional dan ketidakmampuan untuk membayar utang perusahaan yang pada umunya menggunakan dolar.
Dari segi hukum diperlukan suatu peraturan perundan-undangan yang mengatur masalah utang piutang secara cepat, efektif, efesien, dan adil. Hal ini melahirkan tuntutan yang mendesak dari berbagai pihak agar Udang-undang Kepailitan saat itu direvisi dan dirancang untuk melindungi kepentingan dunia usaha serta untuk mempercepat pemulihan krisis ekonomi yang dialami Indonesia.
Bagi Sobat Andi yang tertarik dengan informasi tentang Hukum Kepailitan, Anda dapat menemukannya pada link yang tertera di bawah ini.
Sumber : Hukum Kepailitan
Ebook : Hukum Kepailitan