Wacana pengentasan kemiskinan melalui Koperasi Desa Merah Putih menghadapi ujian berat. Ferry Juliantono, Wakil Menteri Koperasi, mengungkapkan kegelisahannya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR (9/7/2025): “Kami khawatir koperasi ini hanya menghasilkan keuntungan, tapi gagal menekan angka kemiskinan.” Pernyataan ini menguak akar masalah yang selama ini tersembunyi – krisis data pedesaan.
Dilema Tanpa Peta
Ferry mengibaratkan operasional koperasi desa seperti berlayar tanpa kompas. Kementeriannya tak memiliki basis data terpadu tentang kebutuhan riil warga. “Bagaimana koperasi bisa menjadi distributor elpiji andalan jika kami tak tahu berapa keluarga di desa yang membutuhkan?” ujarnya. Padahal, presisi data menjadi kunci untuk menentukan prioritas distribusi sembako, akses modal, hingga program pelatihan wirausaha.
Belajar dari Kesuksesan Tirai Bambu
Politikus Gerindra ini mengajak panelis merenungkan strategi Presiden Xi Jinping yang berhasil mengurangi 100 juta penduduk miskin China dalam 5 tahun. “Mereka punya data rumah per rumah. Setiap keluarga miskin mendapat intervensi spesifik – pelatihan bertani, akses kesehatan, atau bantuan modal,” papar Ferry. Sistem pendataan berbasis RT/RW ini memungkinkan alokasi sumber daya tepat sasaran.
Ironi Bantuan yang Tersandera
Meski pemerintah telah menggelontorkan dana desa, BLT, dan bansos senilai ratusan triliun, hasilnya belum signifikan. Ferry menegaskan masalahnya bukan pada nominal anggaran, melainkan mekanisme penyaluran. “Bantuan mengalir deras, tapi seperti air di daun talas – tak meresap ke akar,” katanya. Koperasi yang seharusnya menjadi ujung tombak justru terjebak dalam rutinitas administratif.
Roadmap Menuju Desa Cerdas
Solusi yang ditawarkan Ferry radikal: membangun sistem data terintegrasi berbasis karakteristik desa. Ia mengajak DPR merancang peta jalan (roadmap) yang mencakup:
1. Pemetaan digital profil ekonomi tiap keluarga
2. Platform real-time monitoring kebutuhan pokok
3. Pelatihan kader desa dalam pengelolaan data
4. Sinergi dengan BPS untuk validasi informasi
“Kita perlu simposium nasional untuk menyamakan persepsi tentang urgensi data presisi,” tegasnya. Langkah ini diharapkan mengubah koperasi dari sekadar unit ekonomi menjadi pusat data yang hidup, mampu membaca denyut nadi kemiskinan di tingkat tapak.
Tantangan kini ada di pundak legislatif dan eksekutif: maukah mereka berinvestasi pada infrastruktur data sebelum terlambat? Jawabannya akan menentukan nasib 27,5 juta penduduk miskin yang masih terperangkap dalam lingkaran setan kemiskinan.
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar koperasi, dapat membaca buku berjudul “MANAJEMEN DAN AKUNTANSI KOPERASI” melalui link dibawah ini.
Baca disini: MANAJEMEN DAN AKUNTANSI KOPERASI.