Salah satu paradigma umum yang berisiko menyesatkan kehidupan akademik dan praktik bisnis adalah terjadinya dikotomi dan segregasi antara teori dan praktik. Benturan ini disebabkan oleh pendapat bahwa teori hanya bersifat normatif dan dianggap gagal dalam menjelaskan keberagaman dan kerumitan yang terjadi dalam dunia praktik.
Hasilnya, para teoritis (yang sebagian besar terdiri dari para akademisi) diremehkan posisinya karena teori, konsep, model atau ide yang ditawarkan dianggap tidak relevan dengan dunia praktik. Begitu pula sebaliknya, para praktisi (yang sebagian besar terdiri dari para pelaku bisnis) dilemahkan posisinya oleh sebagian yang lain karena dianggap hanya berkutat pada tataran permukaan, tidak sampai kepada tataran abstraksi teoritis.
Pada kenyataannya, baik akademisi maupun praktisi memiliki peran yang saling mengisi. Tentu saja, teori tidak muncul tanpa adanya praktik, dan praktik yang dilakukan tanpa adanya usaha untuk berteori, akan kehilangan arah dan makna, atau dengan kata lain menjadi sia-sia.
Alih-alih salah satu lebih unggul dari yang lain, pembaharuan justru muncul melalui interaksi keduanya, yang disebut dengan dualitas. Siang dan malam, aksi dan reaksi, jiwa dan raga, merupakan realitas di dunia yang terbentuk melalui interaksi dua hal yang berbeda namun dapat menghasilkan hal yang luar biasa saat berpasangan. Sebagai benang merah dari teori dan praktik, dualitas merupakan struktur teoritis dasar yang mampu menjelaskan kompleksitas realitas organisasi dan bisnis.
Bagi Sobat Andi yang tertarik dengan literatur yang membahas tentang arah dan topik riset di masa mendatang, Anda dapat menemukannya pada link yang tertera di bawah ini.