Di tengah kebijakan proteksionis Donald Trump yang menaikkan tarif impor ke hampir seluruh negara, Rusia justru dikecualikan. Pemerintah AS menjelaskan bahwa Rusia sudah berada di bawah sanksi ekonomi berat sejak invasi ke Ukraina pada 2022, sehingga tidak perlu dikenai tarif tambahan.
Negara-negara seperti Belarusia, Kuba, dan Korea Utara juga lolos dari kebijakan ini karena alasan serupa. Meski demikian, AS tetap menjalin perdagangan terbatas dengan Rusia, dengan nilai US$3,5 miliar pada 2023, terutama untuk impor bahan kimia, pupuk, dan platinum.
Pengecualian Rusia diduga terkait upaya AS menekan Moskow agar menghentikan perang di Ukraina. Rusia dilaporkan meminta pencabutan sanksi sebagai bagian dari negosiasi damai.
Namun, Trump mengancam akan memberlakukan tarif sekunder hingga 50% pada impor minyak Rusia jika negosiasi gagal. “Jika Rusia tidak sepakat damai, perusahaan yang beli minyak Rusia tak boleh berbisnis di AS,” tegas Trump, menunjukkan tarif sebagai alat tawar-menawar geopolitik.
Langkah Trump mencerminkan strategi ganda: memanfaatkan sanksi eksisting untuk mempersempit ruang gerak Rusia, sekaligus menggunakan ancaman tarif sebagai leverage diplomasi.
Meski perdagangan AS-Rusia tergolong kecil, kebijakan ini menggabungkan proteksionisme ekonomi dengan tekanan politik. Efektivitasnya dalam mengakhiri konflik Ukraina masih dipertanyakan, namun jelas menunjukkan pendekatan pragmatis AS dalam memadukan kepentingan dalam negeri dan tujuan global.
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar geopolitik dan geoekonomi dapat membaca buku berjudul “INDO-PASIFIK dalam POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA : Dimensi Geopolitik, Geostrategi, & Geoekonomi” melalui link dibawah ini.
Baca disini: INDO-PASIFIK dalam POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA : Dimensi Geopolitik, Geostrategi, & Geoekonomi.