Istilah prokrastinasi pertama-tama dipergunakan oleh Brown dan Holtzman (dalam Santoso, 2009) untuk menunjuk pada suatu kecenderungan manusia dalam menunda-nunda suatu tugas atau pekerjaan.
Istilah prokrastinasi ini berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju, dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok atau jika digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Milgram, 1996).
Berdasarkan karakteristiknya, prokrastinasi dapat dibagi kedalam dua pengertian. Pertama, prokrastinasi dapat berarti menunda sebuah tugas yang penting dan sulit lalu berfokus pada tugas yang lebih mudah karena dianggap dapat lebih cepat diselesaikan. Kedua, prokrastinasi berarti menunggu waktu yang tepat untuk bertindak, agar mendapat hasil yang lebih maksimal dan risiko minimal apabila dilakukan atau diselesaikan seperti biasa, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Beberapa faktor yang memengaruhi seseorang untuk melakukan prokrastinasi, diantaranya:
- Toleransi yang rendah terhadap rasa tidak nyaman
Seseorang yang kesulitan untuk mengatasi rasa frustasi dan kecemasan akan memilih untuk melakukan prokrastinasi. - Stres dan kelelahan
Semakin banyak tuntutan negatif dan gaya hidup yang kurang baik, akan membuat seseorang kerap melakukan penundaan. - Masalah pribadi dengan lingkungan sosial
Permusuhan atau konflik dengan orang-orang yang berada didalam lingkungan yang sama, dapat menjadi alasan seseorang melakukan penundaan. - Pengetahuan yang kurang terhadap tanggung jawab
Pemahaman yang kurang tentang cara menyelesaikan pekerjaan atau tugas, akan menimbulkan kebingungan dan “kemalasan” untuk menyelesaikan pekerjaan. - Percaya diri yang rendah
Tingkat percaya diri yang rendah dan kecemasan tentang hasil akhir dari setiap usaha yang dilakukan, membuat seseorang malas untuk menyelesaikan tugasnya