Setelah rezim Bashar al-Assad tumbang, kelompok pemberontak di Suriah mengambil alih kekuasaan. Namun, saat Israel melancarkan invasi militer dan mencaplok Dataran Tinggi Golan, mereka justru tampak diam. Sejak invasi, militer Israel telah melakukan 480 serangan udara ke situs militer Suriah.
Juru bicara Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Obeida Arnaout, menolak untuk mengecam serangan Israel, menyatakan bahwa prioritas mereka adalah memulihkan keamanan dan layanan sipil di wilayah yang baru dibebaskan.
Ia menekankan pentingnya menghidupkan kembali infrastruktur dasar seperti listrik, air, dan komunikasi. Ketika ditanya tentang invasi Israel, Arnaout tetap menghindar dari pernyataan langsung dan menegaskan pentingnya menghormati kedaulatan Suriah yang baru.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa pemimpin HTS, Abu Mohammad al-Julani, menyatakan bahwa mereka tidak berniat melibatkan Israel dalam konflik, karena Suriah belum siap untuk perang lebih lanjut.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengklaim bahwa jatuhnya pemerintahan Assad adalah hasil dari kampanye militer Israel terhadap Hizbullah dan Iran, menyebut perubahan rezim tersebut sebagai “hari bersejarah” bagi Timur Tengah. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menambahkan bahwa tujuan serangan adalah menciptakan “zona pertahanan steril” untuk mencegah terorisme di Suriah setelah pengambilalihan oleh oposisi.
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar intelijen, dapat membaca buku berjudul “INTELIJEN : TEORI INTELIJEN DAN PEMBANGUNAN JARINGAN EDISI KE X” melalui link dibawah ini.
Baca disini: INTELIJEN : TEORI INTELIJEN DAN PEMBANGUNAN JARINGAN EDISI KE X.