Ketika memutuskan untuk menikah, sesungguhnya kita akan memasuki babak baru kehidupan. Artinya, kita akan memasuki level yang berbeda dan harus siap menjadi bagian dari sebuah keluarga asing. Di Indonesia sendiri, pernikahan berarti menyatukan dua keluarga besar yang memiliki cara, nilai-nilai atau budaya yang berbeda-beda.
Rasanya kita sering mendengar kisah tentang kacaunya hubungan antara menantu dan mertua. Banyak sekali konflik yang melibatkan dua pihak ini, ditambah budaya kekerabatan yang masih sangat kental sebagai masyarakat timur, membuat mertua seakan memiliki legitimasi khusus untuk turut campur dalam urusan domestik rumah tangga sang anak.
Hal yang harus dihindari ketika menghadapi masalah seperti ini adalah dengan cara menghidari konfrontasi langsung dengan keluarga pasangan. Hubungan pernikahan tidak lantas memberi kita hak untuk protes terang-terangan dan kemampuan mengubah nilai-nilai yang ada didalam setiap anggota keluarga dari masing-masing pihak.
Dalam banyak cara, menahan diri adalah cara yang sangat ampuh untuk mengindari konflik yang tidak perlu. Sekalipun hal ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, namun itu jauh lebih baik daripada mengeluhkan keluarga baru Anda secara frontal.
Langkah lain yang cukup efektif untuk bisa menyesuaikan diri dengan keluarga baru adalah dengan mengubah cara pandang kita. Dalam banyak keadaan, akar masalah tidak lahir lahir dari orang lain, namun muncul dari pikiran kita sendiri. Maka penting untuk memiliki cara pandang yang benar agar tidak membesar-besarkan masalah yang ada.
Bagi Sobat Andi yang tertarik dengan informasi tentang “Disayang Mertua, Mesra dengan Menantu, dan Mesra dalam Keluarga”, Anda dapat menemukannya pada link yang tertera di bawah ini.
Sumber : Disayang Mertua, Mesra dengan Menantu, dan Mesra dalam Keluarga