Pertemuan tingkat tinggi antara AS dan Rusia di Riyadh menjadi babak baru diplomasi yang mengundang sorotan. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan rekannya dari Rusia Sergey Lavrov menggelar pembicaraan selama empat jam—pertemuan paling intens sejak invasi Rusia ke Ukraina 2022. Kedua pihak sepakat membentuk tim kerja untuk memulihkan staf kedutaan yang terkikis akibat saling usir diplomat, sekaligus merintis jalan bagi negosiasi perdamaian Ukraina.
Trump dan Tuduhan ke Ukraina
Di Florida, mantan Presiden Donald Trump menyulut kontroversi dengan menyalahkan Ukraina atas konflik. “Mereka seharusnya mengakhirinya tiga tahun lalu. Tak perlu memulai perang jika bisa berdamai,” ujarnya. Komentar ini mengabaikan fakta bahwa invasi dimulai oleh Rusia, sekaligus mengkritik protes Kyiv yang tak diundang ke Riyadh. Analis seperti Nigel Gould-Davies menilai langkah AS ini sebagai “kapitulasi” yang menguntungkan Moskow.
Upaya Pemulihan Hubungan Diplomatik
Pertemuan Riyadh menghasilkan kesepakatan teknis:
1. Pengangkatan duta besar baru dipercepat
2. Tim ahli akan membahas syarat gencatan senjata, termasuk status teritori Ukraina
3. Eksplorasi kerja sama energi AS-Rusia, seperti proyek di Kutub Utara
Namun, Lavrov menegaskan penolakan terhadap pasukan NATO dalam misi perdamaian di Ukraina. Sementara Rubio menekankan: “Perundingan damai mustahil tanpa komunikasi diplomatik normal.”
Eksklusi yang Memantik Protes
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menunda kunjungan ke Arab Saudi untuk menghindari kesan mendukung pertemuan tersebut. “Tidak ada yang disingkirkan,” bantah Rubio, meski Eropa juga absen dari meja perundingan. AS berargumen bahwa keterlibatan Rusia mutlak diperlukan untuk solusi berkelanjutan.
Masa Depan yang Tak Pasti
Meski ada sinyal positif, jalan menuju perdamaian masih terjal. AS belum bersedia menjanjikan pencabutan sanksi terhadap Rusia, sementara Moskow bersikeras pada syarat keamanannya. Upaya ini diwarnai skeptisisme, terutama setelah komentar Trump yang dianggap merusak solidaritas transatlantik. Sejarah membuktikan, dari aneksasi Krimea 2014 hingga perang 2022, diplomasi AS-Rusia kerap berujung jalan buntu. Kini, dunia menanti: akankah Riyadh menjadi awal akhir perang, atau sekadar episode baru dalam perseteruan abadi ini?
Bagi sobat andi yang tertarik dengan topik seputar negosiasi, dapat membaca buku berjudul “NEGOSIASI BISNIS : Sebuah Seni untuk Menuju Win-Win Solution” melalui link dibawah ini.
Baca disini: NEGOSIASI BISNIS : Sebuah Seni untuk Menuju Win-Win Solution.